PRESS RELEASE
VISUAL ART SOLO EXHIBITION
“MELANCHOLIC EGO IN THE COLORFUL SONG OF AGONY”
Prihatmoko Catur
10 November– 10 December 2010
Srisasanti Arthouse
Jl. Kemang Raya no. 81, Jakarta Selatan, 12730 Indonesia
Kami – Srisasanti Arthouse kembali mempersembahkan sebuah pameran tunggal bertajuk “Melancholic Ego in the Colorful Song of Agony”, menampilkan karya seni dua dimensi dari Prihatmoko Catur, seorang perupa muda lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Prihatmoko Catur atau akrab dipanggil Moki, akan menampilkan sekitar 15 karya lukisnya yang menarik. Pameran ini dikuratori oleh Fery Oktanio.
Tentang Moki
Prihatmoko Catur alias Moki, dilahirkan di Wonosari, ibukota dari kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta. Sejak kecil Moki sudah menyukai musik. Bakat dan minatnya ini diwarisi dari bapaknya yang seorang penabuh gamelan dan ibunya yang penyanyi keroncong. Moki mulai intens bermusik saat bertemu Ade, dan teman-teman lainnya di masa Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) Yogyakarta. Namun di kala itu juga minatnya yang lain, yaitu seni rupa, mulai terbentuk dan tertata. Diperkuat pula ketika Moki kemudian kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, program studi seni grafis. Pada akhirnya, kedua minatnya tersebut, dikerjakannya secara bersamaan, dan memperoleh pencapaian yang sama baiknya. Moki pun menjadi seorang musisi sekaligus perupa.
Tema “Melancholic Ego in the Colorful Song of Agony”
Tema ini mengacu kepada apa yang akan ditampilkan Moki dalam karya-karyanya pada pameran tunggal kali ini. Moki membawa masuk minatnya terhadap musik, terutama yang bernuansa melankolis, dengan memilih beberapa lagu kesukaannya, membuat konsep baru dari lirik-lirik lagu tersebut, dan melukiskannya ke atas kanvas. Selain itu, Moki pun mengikut-sertakan wajah sang musisi yang lagunya dia pinjam, untuk menjadi tokoh utama dalam visual lukisannya. Wajah-wajah para musisi tersebut tidak dilukisnya secara realis, namun disablonnya ke atas kanvas, dimana wajah-wajah fotografis tersebut didapatkannya dengan mengunduhnya melalui internet.
Moki mengakui bahwa jiwanya lebih menyukai suasana-suasana yang murung, sunyi, sepi, serta putus asa. Dulu semasa SMA, perasaan depresinya terbentuk karena berbagai persoalan khas remaja yang tengah puber, dan beranjak dewasa. Namun seiring usia dan pengalaman hidup, depresinya sudah sepenuhnya dapat dikontrol, dapat dibangkitkan kapan saja diinginkan, dan tidak lagi terbatas oleh stimulan-stimulan aktual yang muncul dari luar dirinya. Artinya, Moki mampu menciptakan situasi melankolis-nya sendiri kapanpun dia mau hanya dengan memutar ulang lagu sedih kesukaannya, “mencari” dan “menemukan” peristiwa-peristiwa yang menyentuh hati, atau menonton film-film yang mampu membuatnya berpikir, merenung, dan sentimentil. Dengan kata lain, melankolis Moki telah berubah menjadi ego yang tertanam dalam kesadaran dan bisa dibangkitkan kapanpun diperlukan. Ego melankolis inilah yang melatari semangat serta kreativitas pembuatan karya-karya Moki kali ini.
Musikalisasi Visual
Nuansa murung dan sedih yang diinginkan Moki, sengaja diciptakannya dari musik-musik kesukaannya. Ditranslasinya menjadi sebuah konsep visual, kemudian dilukiskannya ke atas kanvas. Lukisan tersebut bisa kembali menjadi aktual ketika kita menikmatinya sambil mendengarkan lagu yang diacu sebelumnya oleh lukisan itu. Metode yang kemudian saya namakan Musikalisasi Visual.
Moki mengadaptasi lirik lagu-lagu tersebut menjadi sebuah narasi mandiri, yang memberinya kemungkinan untuk divisualisasikan. Kemudian sebagai penanda bagi pemirsa untuk mengenali dari mana sebenarnya lagu tersebut berasal, maka Moki menjadikan paralead singer grup musik yang lagu-lagunya diambil; sebagai “tokoh utama” bagi narasi visual Moki di atas kanvas. Moki memberi mereka peran dalam lukisannya, berdasarkan teks dalam konsep yang dibuatnya dari lirik lagu, dan menjadikannya makna baru namun tetap mengacu kepada lagu itu sendiri. Itu tahap pertama.
Tahap kedua, lukisan Moki harus dikembalikan kepada lagu-lagu yang diacunya, dimana proses penikmatannya harus dilakukan bersama-sama dengan lagu-lagu tersebut. Dari proses penikmatan yang bersamaan inilah aura dari apa yang ingin Moki sampaikan, bisa dirasakan, tersampaikan, dan menemukan muaranya. Lagu-lagu tersebut seakan memperkuat tampilan visual yang dibuat Moki, memberinya penekanan dan kesan yang sebelumnya tidak didapatkan bila tidak ada musik sebagai pendampingnya. Moki ingin membagi perasaan melankolis yang dirasakannya saat mendengar lagu-lagu tersebut kepada pemirsa, membuatnya menjadi konsep baru, memvisualisasikannya ke atas kanvas, dan kembali menikmatinya bersama lagu tersebut. Suatu usaha yang berani dan menarik di dalam menunjukkan sinergi luar biasa dari intuisi musikal yang dimiliki Moki dengan kemampuan teknis seni rupanya. Sinergi yang menghasilkan metode unik yang berbeda dari berbagai proses penciptaan karya seni rupa yang selama ini kita kenal.
Fery Oktanio
Kurator